Pada awalnya, Nina Safitri, pengusaha muda asal Lampung, mengubah pandangan tentang limbah kulit nanas. Melalui perusahaannya, EcoFiber Indonesia, ia berhasil mengolah limbah pertanian menjadi tekstil premium yang kini menembus pasar Eropa.

Dalam proses produksinya, Nina mengembangkan teknologi ekstraksi serat dari kulit nanas. Selanjutnya, serat ini mengalami serangkaian proses pengolahan hingga menjadi benang berkualitas tinggi. Hasilnya, tekstil yang diproduksi memiliki karakteristik lembut dan tahan lama.

Sehubungan dengan hal tersebut, EcoFiber menjalin kemitraan dengan 500 petani nanas lokal. Para petani kini mendapatkan penghasilan tambahan dari limbah yang sebelumnya terbuang. Lebih dari itu, perusahaan memberikan pelatihan penanganan limbah yang benar kepada para petani.

Berkat inovasinya, brand fashion premium Eropa mulai melirik produk EcoFiber. Pada tahun pertama ekspor, perusahaan berhasil mengirimkan 5 ton tekstil ke Italia, Prancis, dan Jerman. Sementara itu, permintaan terus meningkat dari brand fashion berkelanjutan.

Di samping itu, proses produksi EcoFiber menggunakan teknologi ramah lingkungan. Air limbah diolah dan digunakan kembali, sedangkan sisa produksi dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Oleh karena itu, perusahaan mendapat sertifikasi produk ramah lingkungan dari Uni Eropa.

Lebih lanjut, Nina mempekerjakan mayoritas perempuan dari desa sekitar pabrik. “Kami tidak hanya menciptakan produk berkelanjutan, tetapi juga memberdayakan komunitas lokal,” ujarnya. Dengan demikian, karyawan mendapat pelatihan keterampilan dan jaminan kesejahteraan.

Untuk pengembangan bisnis, EcoFiber berencana membangun fasilitas produksi kedua. Selain itu, perusahaan sedang mengembangkan varian tekstil baru dari kombinasi serat nanas dengan bahan alami lainnya.

Pada akhirnya, kesuksesan EcoFiber menginspirasi banyak pengusaha muda. Nina membuktikan bahwa bisnis berkelanjutan dapat menguntungkan secara finansial sekaligus memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.