uberpreneurs.com

uberpreneurs.com – Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa kerugian negara akibat korupsi di PT Timah Tbk mencapai Rp 300 triliun. Pertanyaan muncul, apakah PT Timah harus membayar kerugian tersebut kepada negara?

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, mengungkapkan bahwa pertanyaan tersebut pernah diajukan dalam gelar perkara yang dilakukan Kejagung di dalam kasus ini. Febrie mengatakan bahwa dia bertanya kepada penyidik siapa yang harus membayar kerugian negara tersebut.

Febrie mengakui bahwa menjawab pertanyaan tersebut tidaklah mudah. Dia menjelaskan bahwa korupsi terjadi di kawasan Izin Usaha Pertambangan PT Timah, sehingga secara logika sederhana, PT Timah yang harus membayar. Namun, Febrie menekankan bahwa logika sederhana tersebut tidak bisa dipakai dalam kasus korupsi.

Kerugian negara, menurut Febrie, tidak bisa dibebankan kepada PT Timah, melainkan kepada orang-orang yang menikmati hasil korupsi tersebut. Beban uang pengganti atas kerugian yang muncul dari kasus ini adalah tanggung jawab para tersangka, termasuk para mantan direksi di PT Timah dan para pengusaha yang terlibat.

Febrie menegaskan bahwa penuntutan terhadap uang pengganti kepada para pelaku pernah dilakukan Kejagung dalam kasus korupsi lainnya. Salah satu contohnya adalah kasus yang melibatkan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang meminjam uang ke bank asing dengan agunan BUMN tersebut, namun uang hasil pinjaman itu justru dikorupsi untuk kebutuhan pribadi.

Setelah pihak bank mengajukan gugatan arbitrase, keputusan pengadilan arbitrase mewajibkan BUMN sebagai perusahaan harus membayar kerugian. Kejaksaan Agung kemudian masuk dalam kasus ini dan menemukan dugaan tindak pidana.

Akibatnya, Kejaksaan Agung melakukan penuntutan dan hakim mengabulkan bahwa pihak yang harus mengganti kerugian atas pinjaman tersebut adalah pihak direksi yang menjadi terdakwa. Hakim sepakat bahwa pinjaman tersebut diajukan untuk kepentingan oknum di BUMN dan uangnya dikelola secara tidak benar.